medianasionalnews.id – Sebanyak 733.000 hektare hutan di Sumatera Selatan dalam kondisi rusak. Kerusakan disinyalir lantaran tak optimalnya pengawasan karena minimnya polisi hutan (Polhut).
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kehutanan Sumsel Pandji Tjahjanto mengungkapkan, banyak faktor yang menyebabkan rusaknya hutan, seperti perambahan ilegal, perkebunan, pertanian, dan lainnya. Banyak masyarakat membuka hutan untuk menanam karet, kopi, dan durian.
“Padahal hutan itu bukan milik mereka atau ilegal. Dalam catatan kami ada 733.000 hektare hutan yang rusak, salah satunya karena dijadikan tanaman produktif,” ungkap Pandji, Kamis (7/1).
Untuk mengatasi kerusakan hutan, pihaknya melakukan penanaman kembali sebanyak 16.000 hektare pada 2019. Kemudian, menggerakkan program perhutanan sosial sejak 2015 agar hutan kembali baik.
“Luas hutan sosial di Sumsel ada 124.000 hektare, ada 27.000 kepala keluarga yang menggantungkan hidup di sana,” ujarnya.
Sementara itu, Gubernur Sumsel Herman Deru menilai kerusakan hutan salah satunya karena minimnya personel Polhut di wilayah itu. Dampaknya pengawasan tidak maksimal sehingga pelaku leluasa merusak hutan.
“Memang jumlah Polhut sangat minim”.
Padahal pengawasan secara ketat perlu dilakukan,” kata dia.
Deru berharap ahar pemerintah pusat memberikan kewenangan kepada daerah untuk menambah petugas polhut menggunakan APBD.
“Mestinya jadi perhatian pemerintah pusat, personelnya harus ditambah. Bila perlu kami diizinkan merekrut sendiri,” ujarnya.
Deru juga meminta masyarakat yang mengelola hutan sosial, ada, dan tora untuk menjaga hutan di lingkungannya. Jangan sampai hutan ditelantarkan bahkan diperjualbelikan.” kata gubernur.(ms)