Medan – medianasionalnews. Alansyah Putra Pulungan, SH, MH, selaku penasehat hukum Candra korban pengeroyokan tetap mencari keadilan di Negara Republik Indonesia, khususnya di Medan. Pasalnya, sampai dinihari kasus yang ditanganinya untuk membela kliennya Candra belum ada Titik terangnya. Ironisnya, kasus pengeroyokan yang dialamin klienya dari tahun 2021, makanya Alan dan teamnya terus berusaha mencari keadilan hukum. Agar para pelaku pengeroyok klienya Candra segera ditangkap Polsek Patumbak Polrestabes Medan.
Usaha yang dilakukan Alan dan teamnya untuk mencari keadilan dari mulai internal Polri sehingga institusi eksternal maupun pihak-pihak terkait lainnya, sudah dilakukanya. Namun, sampai dinihari belum direspon oleh lembaga-lembaga terhormat itu.
“Kasusnya, Candra yang korban pengeroyokan jadi tersangka sampai sekarang gak selesai, Bang. Korban masih jadi tersangka.
Tersangka yang harusnya 5 berubah jadi 4, keempatnya tidak ditahan, udah pernah dipanggil Pak Tatan (Dirkrimum Poldasu) untuk berhentikan berita di media dengan komitmen kasus akan diselesaikan setelah libur Lebaran tahun 2022, tapi sampai sekarang gak selesai.
Sudah bersurat ke Kapolri, Bareskrim, Propam dan hampir semua pengawas internal dan eksternal Polri, namun gak berdampak apa-apa,” ungkap Alan memulai pembicaraan.
” Jadi saya meminta agar kasus ini di – blow – up kembali dengan pemberitaan. Karena sebelumnya sudah berulang kali diberitakan kasus ini, tapi tetap jalan ditempat. Mari kita bersama – sama mengawal kasus tersebut. Intinya, saya dan team terus berjuang untuk mendapatkan keadilan buat klien saya. Saya kira sudah ada progres dalam setahun ini, eh ternyata mandek alias jalan di tempat. Makanya saya berpikir, hal ini perlu diangkat lagi ke permukaan.
” Tanggal 01/ Agustus /2021, klien saya melaporkan peristiwa penganiayaan yang dialaminya secara bersama – sama sebagaimana pasal 170 KUHP berdasarkan surat tanda laporan polisi nomor LP/457/VIII/2021/SU/Polrestabes Medan/Sek Patumbak yang dilakukan oleh 5 orang dengan nama (Kardi Nainggolan, Tara Siregar, Echo Putra Nainggolan, Ivan Samuel Nainggoan dan Ricardo Silitonga) terhadap dirinya dan adik perempuannya di pekarangan rumahnya yang beralamat di Jalan Swadaya, Gang Tower Horas, Kelurahan Harjosari II, Kecamatan Medan Amplas, Kota Medan, Sumatera Utara. Pada tanggal yang sama, Candra juga dilaporkan oleh Kardi Nainggolan dengan dugaan Pasal 351 KUHP” ujar Alan.
Lanjut Alan, persoalan bermula dari tanggal 30 Juli 2021. Disitu, klien saya dan keluarganya yang sedang didalam rumah bercerita bahwa keluarga dari tetangganya yang bernama Kardi Nainggolan diisukan terpapar Covid-19 sehingga harus menjaga jarak dan jangan dekatnya (setelah dikonfirmasi ternyata benar anggota keluarga dari Kardi Nainggolan terpapar Covid-19).
” Ternyata percakapan klien saya dan keluarganya terdengar oleh salah satu keluarga dari Kardi Nainggolan, yang pada saat itu duduk di depan rumah klien saya. Kemudian, tanggal 1 Agustus 2021, Kardi Nainggolan membawa belasan orang ke rumah klien saya dan melakukan penganiayaan secara bersama-sama.
” Saat penganiayaan terjadi, adik perempuan klien saya yang bernama Marliana datang memeluk abangnya agar terhindar dari pukulan para pelaku. Namun malahan Marliana juga ikut dipukul para pelaku. Saat para pelaku memukul Marliana, klien saya berhasil merayap keluar dan seketika memukul salah satu pelaku yang bernama Kardi Nainggolan dengan batu bata yang berada di dekatnya, guna menghentikan penganiayaan kepada adiknya dan membela dirinya.
Seketika itu juga penganiayaan secara bersama-sama itu berhenti dan klien saya bersama adiknya langsung pergi ke Polsek Patumbak untuk melapor. Ternyata Kardi Nainggolan juga membuat laporan terhadap klien saya di Polsek Patumbak” pungkasnya.
Sambung Akan” Saat ini, berdasarkan hasil gelar perkara Polsek Patumbak, klien saya ditetapkan sebagai tersangka. Sedangkan laporan polisi klien saya sudah dilimpahkan ke Resmob Polrestabes Medan. Namun sangat disayangkan, penyidik Resmob Polrestabes Medan dengan nama penyidik pembantu, Agung Tarigan, hanya memanggil 4 orang, dengan menghilangkan nama Tara Siregar sebagai salah satu pelaku, dengan alasan gelar penetapan tersangka dilakukan oleh Polsek Patumbak.
” Padahal penyidik pembantu Resmob Polrestabes Medan sudah memeriksa korban dan saksi yang mana dalam keterangannya, pelaku berjumlah 5 orang. Akan tetapi, penyidik tetap tidak menetapkan status tersangka terhadap Tara Siregar.
” Para tersangka yang sejak awal mengolok-olok dan memprovokasi korban dan keluarganya dengan mengatakan mereka tidak akan dapat dihukum karena memiliki backing di Polda Sumut, nampaknya bukan sekadar omong kosong. Sebab setelah satu tahun lebih perkara ini berjalan, hanya menghasilkan 1 pelaku yang lolos secara ajaib dari status tersangka, 4 tersangka yang tidak ditahan (harusnya patut untuk ditahan, sebagai perbandingan: pelaku yang mengeplak sopir Transjakarta dengan dugaan pasal 352 dan datang menyerahkan diri, ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka), karenanya semakin berani mengolok-olok dan memprovokasi korban, dan penyidikan terhadap korban yang menjadi tersangka yang tak kunjung dihentikan. Bahkan saat laporan polisi klien saya dilimpahkan ke Resmob Polrestabes Medan sampai dengan sekarang, penyidik tidak pernah memberikan SP2HP” paparnya.
Masih dikatakan Alan” Sejak awal sampai dengan sekarang, penanganan perkara ini tidak akuntabel, tidak transparan, lambat, sarat dihalang-halangi oleh oknum polisi, tidak Presisi dan sangat menciderai rasa keadilan masyarakat. Karena itu, saya sudah melakukan dumas ke Kapolri, Irwasum Polri, Bareskrim Polri, Kapolda Sumut, Irwasda Polda Sumut, Divpropam Polri, Bidpropam Polda Sumut, Kompolnas, Komnas HAM, dumas presisi melalui Whatsapp ke Kapolrestabes Medan, Presiden Republik Indonesia, Gubernur Sumatera Utara, Wali Kota Medan, Komisi III DPR R.I, juga surat mohon rapat dengar pendapat dengan Kapolda Sumut, ke ketua dan wakil ketua DPRD Sumut.
Akan tetapi upaya tersebut tidaklah berguna, tidak membuat penegakan hukum terhadap kasus ini berjalan dengan adil dan Presisi. Nyatanya, kebobrokan institusi Polri dalam melindungi warga negara dan menciptakan penegakan hukum yang adil sangat dirasakan oleh warga negara yang miskin dan kasusnya tidak viral.
“Makin ke mari makin amburadul penegakan hukum di negara kita. Kasihan sekali rakyat yang ingin mendapat keadilan dari aparat penegak hukum,” imbuh Alan, alumnus Fakultas Hukum UMSU 2016. Afd